PSMS vs Persija, Laga Ulang Dua Raksasa Era 1980-an

psmss-medan

topmetro.news – PSMS Medan vs Persija Jakarta di Semifinal Piala Presiden 2018 di Stadion Manahan, Solo, Sabtu (10/2/2018), mengingatkan kejayaan kedua klub di era 1970-1980-an. Dulu, kedua klub, merupakan dua di antara empat klub raksasa di eranya. Dua klub lainnya Persebaya Surabaya dan PSM Ujungpandang (sekarang Makassar).

Keempat klub yang dulu masih perserikatan. Keempat klub itulah yang dulu sebagai penguasa persepakbolaan nasional. Pemegang juara boleh dikata, bergiliran di antara keempatnya. Kalau PSMS Medan vs Persija berlaga, dijamin seru.

Demikian pula, kalau bertemu dengan dua tim lainnya, PSM dan Persebaya. Dulu, keempatnya boleh dikata penguasa semifinal, dan lanjut final. Stadion Utama Senayan yang berkapasitas (dulu) sekitar 100 ribu penonton) hampir selalu penuh.

PSMS Medan dan Persija (dan juga dua klub tersebut) merupakan penyumbang utama pemain-pemain nasional. Nama-nama besar dari PSMS Medan, antara lain, Parlin Siagian, Nobon Kamayudin, Jamaludin Hutahuruk, Tumsila, Sarman Panggabean, termasuk kiper nasional Ronny Pasla.

Medan terkenal memiliki kiper-kiper andal, selain ada Jamaludin Hutahuruk dan Ronny Pasla, ada juga Taufik Lubis. Namun, yang paling kondang adalah Ronny Pasla, karena menjadi kiper nasional era 1070-an. Belakangan Ronny Pasla hijrah dan berkibar sebagai pemain Persija.

Di Persija ada sejumlah nama top, seperti Sutan Harhara, Oyong Liza, Muhardi, Sofyan Hadi, Andi Lala, dan Risdianto, Budi Tanoto dan Wahyu Tanoto. Di dua dekade itu ada nama Sinyo Aliandoe, Soetjipto Soentoro, Dede Sulaeman, Sudarno (kiper).

Akan halnya PSMS Medan, dikenal dengan karakter keras dan alot. Dulu kalau tim berjuluk Ayam Kinantan berlaga di Stadion Utama Senyan, jalanan Jakarta sepi dari angkutan umum.

Sopir Ikut Mendukung

Pasalnya, sopir-sopir Metro Mini yang kebanyakan asal Sumatera Utara nyaris semuanya menonton ke Stadion Utama. Animo besar massa itu karena masih sangat kentalnya rasa primordial (kedaerahan) dan bangga dengan tim sedaerah.

Animo besar itu, karena siaran langsung di televisi belum marak seperti sekarang, dulu hanya TVRI adanya, itu pun tidak menyiarkan langsung (seluruhnya).

Persija sendiri dikenal dengan pemain-pemain berkualitas tinggi, dan unggul dalam hal teknik permainan, meski dukungan penonton tidak sefanatik PSMS Medan.

Kini, bila PSMS Medan bertemu dengan Persija, maka kenangan jaman-jaman kejayaan itu muncul kembali. Inilah yang kemungkinan muncul dan menjadi penyemangat bagi para pemain. Sejarah sebagai tim raksasa di Tanah Air, kemungkinan dilecutkan oleh para pelatih dan manajer kedua tim.

Dengan bertanding di tempat netral di Stadion Manahan, Solo, kiranya akan menjadi tontonan yang tidak terlalu berat sebelah dari segi dukungan penonton. Pendukung Persija, Jakmania, kiranya dipermudah secara transportasi dan jarak yang relatif lebih dekat, akan lebih banyak memberi dukungan, ketimbang suporter PSMS Medan.

Kekuatan PSMS Medan kiranya kembali kepada karakter seperti era kejayaan, yakni keras, ngotot, dan semangat juang yang besar. Persija yang kini dengan bintang Simic, dan pengalaman berhome-base di Stadion Manahan Solo, kiranya akan lebih paham situasi.

Dengan hal-hal di atas, maka pertandingan hari ini di Manahan Solo akan berlangsung seru, ada lecutan kesejarahan kedua tim. PSMS akan menunjukkan tim dari divisi Liga 2 dengan polesan Djajang Nurjaman, dan Persija sebagai wakil dari klub yang mempertaruhkan gengsi tim yang berkiprah di Liga 1. (tmn)

sumber: poskota

Related posts

Leave a Comment